oleh: K.H. ATHIAN ALI M.
"Yaa ayuuhal ladziina aamanuu kutiba 'alaikumush shiyaamu kamaa kutiba 'alalladziina min qablikum la'allakum tattaqquun"
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas kamu orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa"(QS. AL Baqarah 2:183)
Bila kita merujuk pada Al Qur'an surah Al Baqarah ayat 183 di atas, jelas sekali Allah menyatakan apa yang menjadi tujuan utama diperintahkannya orang beriman melaksanakan shaum yaitu agar menjadi insan muttaqien, insan yang paling paripurna di mata Allah.
Sedangkan digambarkan Allah SWT dalam firman-Nya: "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat, 49:13).
Berbicara tentang target hidup di dunia ini, tentunya kita akan senantiasa berupaya meraih predikat insan yang termulia di sisi-Nya. Untuk itu layak pula kiranya jika kita memiliki cita-cita atau keinginan agar jangan meninggal dunia sebelum meraih predikat tersebut.
Dalam rangka membimbing hamba-hamban-Nya untuk bisa mencapai predikat muttaqien, ada beberapa kriteria yang sangat mendasar yang Allah tunjukkan dalam Al Qur'an. Kriteria pertama, keimanan kepada Allah SWT. Keimanan selalu dijadikan dasar pertama oleh Allah bagi keselamatan hidup seseorang. Sebab tidak ada arti kehidupan dan amal ibadah seseorang jika tidak didasari oleh keimanan kepada Allah. Sebuah amal ibadah akan sia-sia jika tidak dilakukan ikhlas karena Allah.
Masalah keimanan selalu berkaitan dengan yang ghaib, "Kitab Al Qur'an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib" (QS. Al Baqarah, 2: 2-3). Allah SWT adalah Dzat yang Mahaghaib, termasuk Malaikat dan Hari Kiamat, begitu pula Qadha dan Qadar merupakan hal yang ghaib yang karenanya tidak akan pernah ada satu makhluk pun yang dapat mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi. Sebagaimana yang dinyatakan Allah SWT lewat firman-Nya: "Dan tiada semua jiwa yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok" (QS. Lukman; 34).
Keimanan adalah fondasi bagi keselamatan hidup seseorang, karena dalam surah Ibrahim ayat 24-26, Allah SWT menyatakan, Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhan-nya. Dan Allah membuat perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun."
Di mana keimanan diibaratkan seperti akar sebuah pohon. Manusia jika sudah tidak memiliki keimanan maka sama dengan pohon yang tidak memiliki akar. Kehidupan seseorang idealnya seperti sebuah pohon yang akarnya kuat menghujam ke dasar tanah, dahannya menjulang sampai ke langit, dan buahnya bisadinikmati masyarakat yang hidup di sekitar pohon tersebut setiap saat.
Akarnya adalah kalimat tayyibah, yaitu Laa illaha illaillaah. Adapun pohon yang sudah terangkat akarnya, keberadaannya tidak akan memiliki arti dalam kehidupannya. Cabang pohonnya adalah simbol dari hablumminallah. Dengan dasar keimanan yang kuat, cabangnya akn menjulang ke langit. Maksudnya, disamping dasar akidah yang kuat, seluruh ibadah seorang mu'min ditujukan hanya kepada Allah. Hablumminannas digambarkan seperti pohon yang terus menerus berbuah dan buahnya dapat dinikmati masyarakat yang hidup di sekitarnya setiap saat. Sehingga jika suatu saat orang tersebut meninggal, maka banyak yang merasa kehilangan terutama mereka yang selama itu menikmati buah amal ibadahnya.
Sehingga sangat jelaslah bahwa tanpa iman kehidupan manusia akan sia-sia sebagaimana kehidupan orang-orang kafir: "Mereka orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan di dunia ini, sedangkan mereka mengira bahwa mereka telah berbuat yang sebaik-baiknya" (QS. Al Kahfi, 18:104), sama dengan pohon yang tidak ada akarnya, Allah SWT berfirman: "Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun (QS. Ibrahim, 14:26). Seperti itulah nasib kehidupan kafir. Kalau keimanannya sudah tidak lurus atau benar maka tidak perlu berbicara tentang amal-amal yang lain, karena sesuatu amal harus didasari iman (QS. Al'Ashr, 103:2-3).
Pengakuan seseorang beriman pun tidak cukup hanya sekadar pernyataan bahwa "kami telah beriman" karena betapa mudahnyabagi seseorang menyatakan hal itu. Allah SWT berfirman: "Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): Kamu belum beriman", tetapi katakanlah :"kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu..."(QS. Al Hujuraat, 49:14). Dalam konteks ayat ini pengakuan mereka tidak benar menurut Allah, maka pada ayat selanjutnya Allah SWT mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, merekaitulah orang-orang yang benar " (QS. Al Hujuraat, 49:15).
Lebih jelas lagi sifat-sifat orang mumin telah dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka(karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya". (QS. Al Anfaal, 8:24).
Kriteria insan muttaqien berikutnya akan dibahas pada edisi selanjutnya. Semoga uraian ini dapat menjadi pendorong kita dalam meningkatkan keimanan kepada Allah.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Akarnya adalah kalimat tayyibah, yaitu Laa illaha illaillaah. Adapun pohon yang sudah terangkat akarnya, keberadaannya tidak akan memiliki arti dalam kehidupannya. Cabang pohonnya adalah simbol dari hablumminallah. Dengan dasar keimanan yang kuat, cabangnya akn menjulang ke langit. Maksudnya, disamping dasar akidah yang kuat, seluruh ibadah seorang mu'min ditujukan hanya kepada Allah. Hablumminannas digambarkan seperti pohon yang terus menerus berbuah dan buahnya dapat dinikmati masyarakat yang hidup di sekitarnya setiap saat. Sehingga jika suatu saat orang tersebut meninggal, maka banyak yang merasa kehilangan terutama mereka yang selama itu menikmati buah amal ibadahnya.
Sehingga sangat jelaslah bahwa tanpa iman kehidupan manusia akan sia-sia sebagaimana kehidupan orang-orang kafir: "Mereka orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan di dunia ini, sedangkan mereka mengira bahwa mereka telah berbuat yang sebaik-baiknya" (QS. Al Kahfi, 18:104), sama dengan pohon yang tidak ada akarnya, Allah SWT berfirman: "Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun (QS. Ibrahim, 14:26). Seperti itulah nasib kehidupan kafir. Kalau keimanannya sudah tidak lurus atau benar maka tidak perlu berbicara tentang amal-amal yang lain, karena sesuatu amal harus didasari iman (QS. Al'Ashr, 103:2-3).
Pengakuan seseorang beriman pun tidak cukup hanya sekadar pernyataan bahwa "kami telah beriman" karena betapa mudahnyabagi seseorang menyatakan hal itu. Allah SWT berfirman: "Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): Kamu belum beriman", tetapi katakanlah :"kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu..."(QS. Al Hujuraat, 49:14). Dalam konteks ayat ini pengakuan mereka tidak benar menurut Allah, maka pada ayat selanjutnya Allah SWT mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, merekaitulah orang-orang yang benar " (QS. Al Hujuraat, 49:15).
Lebih jelas lagi sifat-sifat orang mumin telah dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka(karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya". (QS. Al Anfaal, 8:24).
Kriteria insan muttaqien berikutnya akan dibahas pada edisi selanjutnya. Semoga uraian ini dapat menjadi pendorong kita dalam meningkatkan keimanan kepada Allah.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Sumber Lembar Kajian
Syakhshiyyah Islamiyyah
Forum UlamaUmmat Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar